Kamis, 13 Maret 2014

“Phobia” Inggris

English is "Monster"
Ucup terbilang anak periang yang penuh semangat. Seperti anak-anak pada umumnya, Ucup sangat suka pergi ke sekolah. Ia tergolong anak yang pandai di kelas.  Namun ternyata anak seperti Ucup pun memiliki ketakutan juga. Dia memiliki “phobia”, phobia dalam balajar bahasa inggris. Segala upaya ia kerahkan agar tidak tampak phobianya itu, mulai dari duduk paling depan tanpa berani bertemu mata dengan gurunya, hingga berpura-pura menjadi calm di depan gurunya, tujuannya agar si guru tidak bertanya-tanya pada  dirinya atau disuruh maju ke depan.

Dan ternyata cara ini sangat efektif , ia kerjakan hal itu dr sekolah dasar hingga kuliah setiap kali bertemu pelajaran bahasa inggris. Sebenarnya sesekali sempat terfikirkan olehnya bahwa si guru mungkin mengetahui bahwa dirinya “phobia” entah dari air muka yang tampak jelas atau sikap calm yang tidak biasa dalam dirinya saat jam pelajaran tersebut.

Ucup pun tumbuh menjadi dewasa, kondisi memaksanya untuk bertekad belajar bahasa inggris dengan baik. Ucup lalu mencoba untuk menghipnosis dirinya secara mendalam. Akhirnya ia menemukan bahwa hal yang membuat dirinya phobia adalah "ditertawakan". Yah “ditertawakan”, kali pertama mengenal bahasa inggris ketika duduk di bangku kelas 5 SD, ia sering ditertawakan oleh guru dan teman-temannya, karena tidak bisa menyebutkan “logat inggris” secara benar dan itu terus berulang. Pernah suatu kali ketika ia tidak sengaja berkata "oh my god" dengan mengucapkan "got( goat: kambing)”, pecah membahanalah seisi kelas karena bahasa Inggrisnya si Ucup.  Ia malu dan sangat malu. Hingga kepercayaan dirinya hampir runtuh .

Setiap anak dilahirkan dengan keunikannya masing-masing. Beberapa anak mungkin sangat pandai, tapi anak yang lain sudah berusaha sangat keras untuk belajar tetapi tetap saja tidak mengerti. Nah disinilah pentingnya peran si pendamping anak, entah itu orang tua, guru, kakak, atau ustadz.

Sebagai orang tua sibuk, yang bahkan mendampinginya belajar saja tidak sempat, jangan sampai menjadi orang yang malah menjadi penyebab hancurnya kepercayaan diri si anak. Tidak jarang orang tua atau guru memarahi anak hanya karena nilainya kecil tanpa bertanya dan mengkonfirmasi terlebih dahulu penyebabnya pada si Anak. Menyindirnya atau membandingkannya dengan si fulan yang lebih pintar, menjadi kebiasaan buruk yang sering dilakukan para orang tua atau pendampingnya. 

Hargailah setiap anak sekecil apapun itu. Anak-anak perlu mendapat penghargaan untuk menambahkan kepercayaan dirinya dan semangatnya. Beberapa orang tua atau guru kadang-kadang sangat “pelit” memberikan pujian pada anak-anaknya. Entah ini mungkin subjektif dari Penulis, tapi seorang Ayah biasanya “lebih pelit” untuk memuji anaknya. Padahal figur dari kemandirian dan keberanian terletak pada sang Ayah. Sedikit kado kecil untuk menyemangati si Anak perlu sekali-kali diberikan sebagai penghargaan terhadap kerja kerasnya.



Catatan: Ingatlah, setiap anak dilahirkan dengan keunikannya masing-masing. Setiap anak tentulah membutuhkan treatment yang berbeda-beda. Narasi ini hanyalah sudut kecil perspektif global berdasarkan pengalaman pribadi Penulis dan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Flickr Gallery

Follow The Author