Kamis, 12 Juni 2014

LARANGAN MEMINTA AMPUN UNTUK ORANG MUSYRIK (1)

Q.S. AT-TAWBAH: 113 - 115



أَنَّهُمْ لَهُمْ تَبَيَّنَ مَا بَعْدِ مِنْ قُرْبَىٰأُولِي كَانُوا وَلَوْ لِلْمُشْرِكِينَ يَسْتَغْفِرُوا أَنْ آمَنُوا وَالَّذِينَ لِلنَّبِيِّ كَانَ مَا
أَنَّهُ لَهُ تَبَيَّنَ فَلَمَّا إِيَّاهُ وَعَدَهَا مَوْعِدَةٍ عَنْ إِلَّا لِأَبِيهِ إِبْرَاهِيمَ اسْتِغْفَارُ كَانَ وَمَا  (١١٣) الْجَحِيمِ أَصْحَابُ
يُبَيِّنَ حَتَّىٰ هَدَاهُمْ إِذْ بَعْدَ قَوْمًا لِيُضِلَّ اللَّهُ كَانَ وَمَا (١١٤)  حَلِيمٌ لَأَوَّاهٌ إِبْرَاهِيمَ إِنَّ  ۚمِنْهُ تَبَرَّأَ لِلَّهِ عَدُوٌّ
(١١٥)  عَلِيمٌ شَيْءٍ بِكُلِّ اللَّهَ إِنَّ ۚ يَتَّقُونَ مَا لَهُمْ
Artinya:
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (113) Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (114) Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (115)

PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT

1.   ألأواة  (Al-Awwaah):
-       orang-orang yang banyak mengeluh dan mengadu. Atau orang yang khusyu’, banyak berdoa dan merendahkan diri kepada Tuhannya
-       sebagian erpendapat ini berasal dari bahasa Habsyi, yang artinya orang yang beriman atau orang yang yakin.

2.    ألحليم (Al-Haliim):
-       orang yang tidak bisa dipengaruhi oleh marahnya, sehingga mengancam orang lain. Juga tidak bisa dipengaruhi oleh kurangnya akal, sehingga bertindak ngawur. Juga tidak bisa dipengaruhi oleh hawa nafsunya, hingga melakukan kerendahan. Orang yang memiliki sifat seperti itu akan menjadi orang yang sabar, pemaaf, berhati-hati dalam segala hal dan tidak tergesa-gesa ketika suka atau ketika duka.

ASBABUN NUZUL

  1. Imam Ahmad meriwayatkan dari Guraidah, dia berkata, “kami tengah bersama nabi dalam suatu perjalanan. Maka diturunkanlah ayat kepada kami sedang kami berjumlah sekitar 1000 penunggang. Lalu Beliau shalat dua rakaat. Kemudian Beliau menghadapkan wajahnya kepada kami sedang kedua matanya berlinang. Lalu Umar bin khattab menyongsongnya dan menebusnya dengan nama ayah dan ibunya, lalu bertanya “wahai Rasulullah ada apa? Beliau menjawab, “Aku memohon kepada Tuhaku agar aku dibolehkan memintakan ampun untuk ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkannya.

2.    Dari Qatadah, telah diceritakan kepada kami bahwa orang-orang diantara para sahabat Nabi bertanya, “sesungguhnya di antara nenek moyang kami ada orang yang baik dalam bertetangga, bersilaturrahim, membantu orang yang kesusahan, dan memenuhi jaminan. Apakah kami boleh memintakan ampun untuk mereka? Beliau bersabda boleh. Demi Allah sesungguhnya akupun meminta ampun untuk ayahku sebagaimana Ibrahim memintakan ampun untuk ayahnya.” Maka Allah menurunkan ayat 113 & 114 dari surah At-Tawbah ini.

3.    Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Jarir dan lain-lain dari Abu Sa’id Ibnul Musayyab dari ayahnya bahwa Ketika Abu Thalib menghadapi maut, Rosulullah menemuinya, Diwaktu itu ada juga Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Maka berkatalah Rasulullah “wahai pamanku ucapkanlah “Laa ilaaha ilallah”, yaitu kalimat yang akan saya gunakan untuk membelamu disisi Allah kelak. Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata, “Engkau membenci agama Abdul Muthalib?”, tetapi Nabi terus mengulang-ulangi perkataan itu, hingga akhir Abu Thalib mengucapkan “tetap menganut agama Abdul Muthalib”. Kemudian Rasulullah berkata “Demi Allah , aku pasti akan memohonkan ampun untukmu selagi aku tidak dilarang”. Maka diturunkanlah oleh Allah.
لِلْمُشْرِكِينَ يَسْتَغْفِرُوا أَنْ آمَنُوا وَالَّذِينَ لِلنَّبِيِّ كَانَ مَا
Selain itu, Allah pun menurunkan wahyu mengenai Abu Thalib yaitu Q.S. Al-Qasas: 56, “Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk terhadap orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinya.”
Wafatnya Abu Thalib terjadi di Makkah sebelum hijrah, sebagian ulama menganggap tidak mungkin ayat ini turun mengenai Abi Thalib surat Bara’ah merupakan surat terakhir yang turun di Madinah. Namun ulama lain menyangganya, dengan dua argumen:
a.    Bahwa ayat ini turun tak lama setelah Abu Tholib meninggal yang kemudian ayat tersebut digabungkan kepada surat Bara’ah (Taubah), akibat persamaan mengenai hukum-hukum khusus yang mengatur tidak dibolehkannya orang mukmin memintakan ampun untuk orang kafir dan tentang celaan terhadap orang musyrik.
b.    Karena ketegasan terhadap orang-orang kafir dan pemutusan hubungan terhadap mereka, hanyalah pada surat ini. Maka ayat-ayat ini turun bersama-sama dengan ayat-ayat dari surat At-Tawbah. Dari awal hingga turunnya ayat ini Rasulullah tetap memohonkan ampun untuk pamannya.

Maroji':


Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maragi Juzu’ XI (Hal. 60-68). Diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly, dan Anshori Umar Sitanggal. Semarang: CV. Toha Putra.

Amrullah, Abdulmalik Abdulkarim (Hamka). 1983. Tafsir Al Azhar Juzu’ XI (Hal. 62-69). Jakarta: Pustaka Panjimas.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Taisiru al-Aliyyul Qadir li-Ikhtisari. Diterjemahkan oleh Syihabuddin dengan judul Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press.

Gani, H. Bustami A. 1995. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Hal. 261-268). Yogyakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.

Quthb, Sayyid. 1982. Fi-Zhilalil Qur’an. Diterjemahkan oleh M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh Tamhid dengan judul Fi-Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an. Jilid 6 (Hal. 431-461).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Flickr Gallery

Follow The Author