Selasa, 01 Juli 2014

LARANGAN MEMINTA AMPUN UNTUK ORANG MUSYRIK (2)

Q.S. AT-TAWBAH: 113 - 115 (2)



أَنَّهُمْ لَهُمْ تَبَيَّنَ مَا بَعْدِ مِنْ قُرْبَىٰأُولِي كَانُوا وَلَوْ لِلْمُشْرِكِينَ يَسْتَغْفِرُوا أَنْ آمَنُوا وَالَّذِينَ لِلنَّبِيِّ كَانَ مَا
أَنَّهُ لَهُ تَبَيَّنَ فَلَمَّا إِيَّاهُ وَعَدَهَا مَوْعِدَةٍ عَنْ إِلَّا لِأَبِيهِ إِبْرَاهِيمَ اسْتِغْفَارُ كَانَ وَمَا  (١١٣) الْجَحِيمِ أَصْحَابُ
يُبَيِّنَ حَتَّىٰ هَدَاهُمْ إِذْ بَعْدَ قَوْمًا لِيُضِلَّ اللَّهُ كَانَ وَمَا (١١٤)  حَلِيمٌ لَأَوَّاهٌ إِبْرَاهِيمَ إِنَّ  ۚمِنْهُ تَبَرَّأَ لِلَّهِ عَدُوٌّ
(١١٥)  عَلِيمٌ شَيْءٍ بِكُلِّ اللَّهَ إِنَّ ۚ يَتَّقُونَ مَا لَهُمْ
Artinya:
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (113) Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (114) Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (115)
POKOK KANDUNGAN AYAT

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah)bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam, Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudahnya Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
            Tampaknya, sebagian kaum Muslimin memintakan ampunan kepada Allah untuk bapak-bapak mereka yang musyrik dan meminta kepada Rasulullah SAW untuk memohonkan ampunan kepada Nya bagi mereka. Kemudian ayat-ayat ini turun menetapkan bahwa permohonan ampunan ini menandakan masih adanya sisa keterikatan dengan hubungan kerabat berdasarkan darah bukan ikatan hubungan karena Allah. Karena itu, tidak layak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman melakukan hal tersebut. Secara pasti mereka tidak pantas melakukannya dan tidak termasuk sifat sifat mereka sama sekali.
            Adapun bagaimana mereka mendapat kejelasan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan mereka itu termasuk penghuni neraka Jahim, maka menurut pendapat yang paling kuat itu diketahui melalui kematian mereka dalam keadaan musyrik, dan terputusnya harapan mereka untuk mendapat hidayah kepada keimanan.
            Akidah adalah ikatan terbesar. Di dalamnya semua ikatan dan hubungan kemanusiaan bertemu. Apabila ikatan akidah terputus, maka terputus pula semua ikatan lain secara total, sehingga sesudah itu tidak ada lagi pertemuan dalam nasab, sesudah itu tidak ada lagi pertemuan dalam perkawinan, sesudah itu tidak ada lagi pertemuan dalam kebangsaan, dan sesudah itu tidak ada lagi pertemuan dalam tanah air. Hanya ada dua pilihan : Beriman kepada Allah, lalu ikatan terbesar itu tersambung dan semua ikatan lainnya bersumber darinya dan bertemu dengannya. Atau tidak beriman,sehingga dengan demikian tidak ada lagi hubungan antara seseorang dengan orang lain.
Ketika Nabi Ibrahim berdoa memintakan ampunan untuk bapaknya sebagaimana  dalam Surat Asy-Syu’ara:86, “Dan ampunillah bapakku, karena sesungguhnya ia termasuk golongan orang-orang yang sesat”. Maksud dari ayat ini adalah berilah taufik/hidayah sehingga bapaknya Nabi Ibrahim beriman.
Maka hal itu tak lain karena janji yang telah disampaikan kepada bapaknya, mudah-mudahan Dia berkenan memberi petunjuk kepadanya, sebagaimana yg dijelaskan Firman Nya : “Berkata Ibrahim, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Rabbku. (QS Maryam:47-48).
            Nabi Ibrahim melakukan ini karena sifatnya yang pengiba lagi penyabar sebagaimana dimaksud pada akhir ayat 114, “……Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”
Yakni sangat merendah kepada Allah dan sangat penyantun kepada orang yang pernah menyakitinya. Bapaknya sendiri kerap menyakitinya, namun beliau tetap bersikap santun kepadanya. Setelah tampak jelas bahwa bapaknya menjadi musuh Allah, maka ia berlepas diri darinya dan kembali kepada Allah dengan merendahkan diri..
            Ada riwayat yang menerangkan bahwa ketika kedua ayat diatas turun, orang-orang yang biasa memintakan ampunan untuk bapaknya yang masih musyrik merasa khawatir telah sesat karena menyalahi perintah Allah dalam masalah ini. Kemudian ayat selanjutnya turun menenangkan mereka dari kekhawatiran ini, dan menetapkan kaidah Islamiyah: bahwa tidak ada sanksi hukum tanpa nash, dan tidak ada kesalahan tanpa didahului tentang perbuatan tersebut.
            “Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.(115)
            Allah tidak menghisab perbuatan manusia, kecuali berdasarkan sesuatu yang telah dijelaskan Nya kepada mereka agar mereka menjauhinya, mewaspadaimya dan tidak melakukannya. Allah tidak pernah mencabut petunjuk yang ada pada suatu kaum setelah diberiNya petunjuk, lalu membiarkan mereka sesat karena semata-mata perbuatan yang belum dijelaskan kedudukan hukumnya. Hal itu karena manusia sangat terbatas pengetahuannya, sedangkan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dari Nya datang penjelasan dan pengajaran.
            Allah menjadikan agama ini mudah tidak sulit. Dia menjelaskan apa saja yang dilarang Nya dengan keterangan yang jelas dan gamblang, sebagaimana Dia menjelaskan apa saja yang diperintahkan Nya dengan keterangan yang jelas. Disisi lain, Dia mendiamkan banyak hal tidak menjelaskannya dengan tegas bukan karena lupa, namun karena hikmah dan untuk mempermudah dan Dia larang hambaNya menanyakan sesuatu yang didiamkan Nya, agar pertanyaan tersebut tidak mengundang kesulitan. Oleh karena itu, tak seorang pun berwenang mengharamkan sesuatu yang didiamkan dan tak seorangpun berhak melarang orang lain dari melakukan sesutau yang tidak dijelaskan oleh Allah. Hal ini demi mewujudkan rahmat Allah kepada hamba-hambaNya.



SIMPULAN

1.    Apabila Nabi dan orang-orang mukmin telah mendapat bukti dan keterangan yang jelas tentang orang-orang musyrik dan tentang hukum-hukum Allah mengenai mereka, maka Nabi dan orang-orang mukmin tidak diperbolehkan memohonkan ampunan untuk mereka, walaupun merupakan kerabat dan saudara yang disayangi.
2.    Nabi Ibrahim tidaklah dianggap bersalah ketika ia memohonkan ampun untuk bapaknya karena hal itu dilakukan hanya untuk menepati janjinya dan ia belum mendapatkan keterangan dan bukti-bukti yang nyata tentang keadaannya.
3.    Karena Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat taqwa dan taat kepada Allah SWT, maka ia segera berlepas diri dan menghentikan doanya setelah mendapat keterangan dan bukti yang jelas bahwa bapaknya benar-benar seorang yang musyrik dan memusuhi Allah.
4.    Suatu kaum yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, jika melakukan kesalahan, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan akibat kesalahan ijtihad, maka Allah tidak akan menganggap mereka sesat hingga mereka memperoleh keterangan dan penjelasan tentang hukum-hukum Allah.


DURUS TARBAWI

1.    Tidak memohonkan ampun kepada Allah atas orang-orang yang musyrik yang telah jelas dan terang-terangan memusuhi Allah.
2.    Menjadikan kecintaan pada Allah hal yang utama di atas kecintaan pada apapun termasuk kecintaan pada kerabat dan saudara.
3.    Perlunya mempelajari dan memahami nash (Al-Qur’an dan Hadits) dengan sempurna agar tidak melakukan kesalahan ijtihad akibat tergoda oleh nafsu.
4.    Allah tidak menghisab perbuatan manusia, kecuali berdasarkan sesuatu yang telah dijelaskanNya kepada mereka agar mereka menjauhinya, mewaspadaimya, dan tidak melakukannya.


Maroji':
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maragi Juzu’ XI (Hal. 60-68). Diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly, dan Anshori Umar Sitanggal. Semarang: CV. Toha Putra.
Amrullah, Abdulmalik Abdulkarim (Hamka). 1983. Tafsir Al Azhar Juzu’ XI (Hal. 62-69). Jakarta: Pustaka Panjimas.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Taisiru al-Aliyyul Qadir li-Ikhtisari. Diterjemahkan oleh Syihabuddin dengan judul Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press.
Gani, H. Bustami A. 1995. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Hal. 261-268). Yogyakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Quthb, Sayyid. 1982. Fi-Zhilalil Qur’an. Diterjemahkan oleh M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh Tamhid dengan judul Fi-Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an. Jilid 6 (Hal. 431-461).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Flickr Gallery

Follow The Author