Rabu, 10 September 2014

Ringkasan Kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu Jilid 5: Jual-Beli (1)



Jual Beli

Secara Etimologi
Jual Beli adalah proses tukar-menukar barang dengan barang.

Secara terminologi,
  1. Menurut ulama Hanafi, tukar menuka maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu 
  2. Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu’, adalah tukar menukar barang dengan barang dengan maksud memberi kepemilikan 
  3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mugni, adalah tukar menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik
Baik penjual maupun pembeli dinamakan dengan baa’i’un, bayyi’un, musytarin, dan syaarin. Bay’ adalah pecahan dari kata baa’un (barang).

Hukum jual beli adalah BOLEH berdasarkan dalil Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.

Rukun Jual Beli
-          Pelaku transaksi (penjual dan pembeli)
o   Berakal atau mumayyiz (mampu membedakan benar atau salah). Hanafi tidak mensyaratkan baligh, sehingga sah saja perbuatan anak yang sudah mumayyiz tapi belum baligh.
o   Pelaku transaksi haruslah berbilang (penjual dan pembeli) tidak sah jual beli dilakukan oleh perantara seorang wakil yang ditunjuk kedua belah pihak. (bertransaksi dengan diri sendiri)

-          Ijab Qabul (sighatul ‘Aqd),
o   pernyataan yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak. 
o   Dan ada juga transaksi tanpa Ijab qabul seperti ketika membeli seikat sayur, sepotong roti,
§  menurut mazhab Hanbali jual beli ini sah jika sudah menjadi kebiasaan dan menunjukan kerelaan.
§  Menurut syafi’I jual beli ini tidak sah, karena kerelaan adalah sesuatu yang tidak jelas sehingga perlu ditegaskan dengan kata-kata. Beberapa ulama dari mazhab syafi’I seperti imam Nawawi, Baghawi, dan imam mutawalli memperbolehkan  transaksi ini karena tidak ada dalil yang mensyaratkan adanya kata-kata.
-          Barang
o   Barangnya ada, tidak sah menjual barang yang belum ada, misal, menjual janin hewan yang masih di kandungan.
o   Harta yang bernilai (bermanfaat/ memiliki nilai materi untuk orang banyak)
o   Dimiliki oleh seseorang.
o   Dapat diserahkan pada saat transaksi, jual beli barang yang tidak bisa diserahkan dianggap tidak sah meskipun dimiliki oleh penjualnya, contoh menjual ikan di laut lepas, burung di udara.

Ada beberapa etika yang harus diperhatikan dalam jual beli, yaitu
  • Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan. 
  • Ulama Malikiah menentukan batas penipuan yang berlebihan itu adalah sepertiga keata, karena jumlah itulah ynag diperbolehkan dalam wasiat dan selainnya. 
  •  Berinteraksi yang jujur, dengan menggambarkan barang dagangan dengan sebetul-betuknya tanpa ada unsur kebohongan ketika menjelaskan macam, jenis, sumber dan biayanya 
  •  Bersikap toleran dalam berinteraksi, bagi penjual mudah dalam menentukan harga, dan pembeli tidak terlalu keras dalam menentukan syarat-syarat penjuakan dan memberikan harga lebih. 
  •  Menghindari sumpah meskipun pedagang itu benar"
"Sumpah itu membuat barang jadi laris, tetapi menghapus berkah dari jual beli” (H.R. Bukhari & Muslim) 
  • Memperbanyak sedekah
“pedagang ketahuilah bahwa setan dan dosa senantiasa mengiringi jual-beli, maka iringilah jual-beli dengan sedekah” (H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Dawud)
  • Mencatat utang dan mempersaksikannya 


_To Be Continued_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Flickr Gallery

Follow The Author